Perang media sudah terjadi sejak dahulu kala, apalagi media sangat urgen didalam membawa arus sebuah perubahan. Bahkan tak jarang media menjadi sebuah kepentingan sesaat, untuk mencapai sebuah tujuan dan hasrat bagi seorang politisi, supaya dapat menuju singgasana kursi kekuasaan dengan tepat sasaran.
Keberadaan media sering menjadi sebuah acuan tentang berbagai informasi maupun komunikasi di saat melihat berbagai permasalahan di tengah-tengah realita kehidupan masyarakat luas. Sehingga peran media sangat urgen di dalam membangun sebuah opini, baik dari isi sebuah berita atau hanya sebatas penyedap peristiwa kejadian, supaya dapat sejalan dengan sebuah tujuan dan kepentingan dari permintaan sang penguasa media.
Media tak jarang menjadi alat kekuasaan membangun berbagai opini, untuk memberikan sebuah informasi yang sesuai dengan keinginan para penguasa, tetapi juga tak jarang ada sebagian media yang malah berseberangan dengan kepentingan sang penguasa. Dari sinilah media terjadi keberagaman wajah yang dapat mengakibatkan perang media antara penguasa dengan pihak oposisi sang penguasa.
Peran media tidak dapat dianggap sebelah mata, apalagi media sebagai pintu gerbang informasi maupun komunikasi bagi khalayak umum. Maka tak heran ada sebuah istilah: "siapa yang menguasai media, berarti dia yang menguasai dunia". Berangkat dari sinilah peran media begitu pentingnya didalam dunia kekuasaan, apalagi kekuasaan yang melibatkan saat pemilihan nomor satu di tingkat daerah atau di tingkat nasional.
Kekuasaan sangat dekat dengan berbagai media, kalau kekuasaan sampai meninggalkan sebuah media, berarti sama dengan kekuasaan mengalami kelemahan didalam mewujudkan sebuah kekuasaan yang lebih besar lagi. Sehingga tak jarang masyarakat dipertontonkan dengan berbagai paradigma pemikiran seorang politisi ulung, baik disaat mencalonkan sebagai pemimpin atau sesudah mencalonkan sebagai pemimpin, ternyata semua tak lepas dari obral janji di berbagai media, entah janjinya dapat ditepati atau tidak, tetapi seorang politisi selalu menebar sebuah janji, untuk memberikan bentuk suntikan moral kepada masyarakat luas, supaya masyarakat mau memilih seorang politisi tersebut, baik menjadi pemimpin daerah atau menjadi pemimpin di pusat kota.
Keberadaan kekuasaan tak jarang menyelinap di berbagai media, bahkan tak jarang seorang politisi membuat serangkaian berita di berbagai media penuh dengan kebohongan dan dusta, tentu tak lepas dari sebuah tujuan, untuk memberikan sebuah pandangan masyarakat terhadap suatu kejadian, supaya sesuai dengan olah kepentingan seorang politisi tersebut.
Ironisnya!, ketika ada sebuah peristiwa, terkadang sebuah media didalam memberitakan suatu kejadian, ternyata terjadi sebuah perbedaan yang mendasar antar sebuah media. Inilah contohnya: "seorang teroris di Poso melawan saat mau ditangkap densus 88, Sehingga terjadi sebuah baku tembak, dan akhirnya seorang teroris meninggal dunia". Dari sinilah media yang telah memberitakan dengan kronologis diatas, dituding sebagai bentuk media sekuler di saat memberitakan sebuah kejadian tentang teroris, baik di Poso atau dimanapun berada lebih cenderung menyudutkan para kaum teroris.
Sedangkan pemberitaan dari media lain, ternyata menyebutkan tentang sebuah peristiwa di Poso dengan tulisan lain, tulisan tersebut berbunyi: "seorang Mujahid di Poso ditembak mati oleh densus 88, padahal seorang Mujahid tidak melakukan perlawanan". Dari sinilah media yang dianggap fundamentalis mengabarkan sebuah peristiwa penembakan di poso, lebih cenderung membela para Mujahid dibanding membela densus 88.
Berangkat dari tulisan diatas dapat di ambil sebuah kesimpulan sederhana, bahwa media sekuler memberikan nama pada korban penembakan dengan nama teroris, tetapi media fundamentalis memberikan nama pada korban penembakan dengan sebutan nama Mujahid. Dari dua nama yang berbeda antara teroris dengan Mujahid dapat diambil sebuah makna, kalau media sekuler membela sang penembak densus 88, sedangkan media fundamentalis membela seorang korban yang ditembak, baik secara langsung atau tidak langsung didalam pembelaan dari sebuah media.
Media fundamentalis Vs media sekuler merupakan sebuah realita kehidupan media yang penuh dengan intrik dan tekanan, tentu tak lepas dari pemilik dan juga kepentingan dari media di dalam membuat sebuah pemberitaan, baik didalam bentuk informasi maupun komunikasi.
Keberadaan perang media antara media fundamentalis dengan media sekuler dapat di ibaratkan: "perang dunia ketiga", tetapi lebih jauh lagi, bahwa perang media hanya sebatas bentuk perang informasi dan komunikasi semata. Maka sudah saatnya masyarakat dapat memilah antara berita yang benar dengan berita yang hoax, supaya masyarakat mengerti dan memahami, bahwa pemberitaan di dalam bentuk informasi maupun komunikasi di berbagai media tak lepas dari apa dan siapa yang bermain, baik dibalik layar maupun didepan layar.
Semoga Allah SWT memberikan petunjuk hati dan pikiran kepada kami, untuk mencerna berbagai informasi maupun komunikasi, supaya kami tidak tersesat di dalam bentuk sebuah kabar berita yang terjadi di tengah-tengah realita kehidupan masyarakat secara universal, Amin.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar